Potensi Kesuksesan Konser “Selebrasi 55 Tahun Soneta” — Analisis dan Perbandingan

Konser “Selebrasi 55 Tahun Soneta” yang dijadwalkan berlangsung pada 13 Desember 2025 di Jakarta International Velodrome adalah momen penting bagi sejarah dangdut Indonesia. Soneta Group—dipelopori Rhoma Irama—memiliki rekam jejak lebih dari lima dekade sebagai pionir dangdut yang memadukan unsur melayu, rock, dan pesan religius-sosial dalam lagu-lagunya. Warisan artistik ini menjadi modal emosional kuat yang dapat menarik basis penggemar lintas generasi.

Dari sisi lokasi dan kapasitas, pemilihan Jakarta International Velodrome cerdas: arena ini mampu memperluas kapasitas dari kursi balap sepeda standar menjadi kapasitas konser yang jauh lebih besar —sampai sekitar 8.500 penonton tergantung tata letak—memberi ruang untuk tiket kategori berbeda dan area infield/standing yang diminati penonton konser besar. Fleksibilitas ini memungkinkan promotor mengoptimalkan pendapatan tiket sekaligus menciptakan suasana panggung besar.

Namun, potensi sukses komersial tidak hanya soal kapasitas. Harga tiket yang sudah diumumkan (dari tier Bronze sampai VVIP) menunjukkan strategi penetapan harga yang membidik spektrum ekonomi penggemar—dari penonton massal hingga kolektor pengalaman eksklusif. Strategi tiering seperti ini umum pada konser nostalgia sukses karena mengakomodasi penggemar lama sekaligus keluarga muda yang ingin merayakan warisan musikal.

Jika dibandingkan dengan konser band-band legenda lain seperti God Bless atau Dewa 19, ada beberapa variabel pembeda. God Bless kerap memanfaatkan ruang arena besar (mis. Istora) dan orkestra atau kolaborasi yang menghasilkan acara bertajuk “emas” atau “jubilee” yang bernuansa nostalgia rock —hal ini terbukti mendapat liputan luas dan antusiasme penggemar rock klasik. Dewa 19, di sisi lain, memiliki nilai jual lewat hits pop-rock yang sangat dikenang generasi 90-an dan momen reuni yang sering menjadi viral. Kedua band itu menunjukkan bahwa nostalgia + kualitas produksi mampu menggerakkan penjualan tiket besar.

Keunggulan Soneta adalah nilai historis plus relevansi budaya—lagu-lagu Rhoma sering membawa pesan moral/keagamaan yang tetap resonan di kalangan pemirsa tertentu. Jika promosi berhasil menggabungkan pertunjukan spektakuler (lighting, pembuka artis muda, kolaborasi lintas-genre) dengan pendekatan pemasaran yang merangkul komunitas penggemar lama dan platform digital, peluang terjual habis sangat realistis. Tantangannya: memastikan produksi setara standar konser besar (sound, panggung), mengelola demografi penonton yang lebih luas, serta bersaing dengan kalender akhir tahun yang padat.

Kesimpulannya, potensi kesuksesan konser 55 tahun Soneta tinggi bila promotor memaksimalkan warisan merek Soneta, memakai kapasitas Velodrome dengan cerdas, dan menjalankan strategi pemasaran hybrid (offline + digital). Dibanding God Bless dan Dewa 19, Soneta punya keunikan: akar dangdut yang kuat dikombinasikan pesan sosial-religius—suatu proposisi yang bisa menembus audiens tradisional dan baru. Keberhasilan akhirnya bergantung pada eksekusi produksi, harga tiket, dan kecepatan membangun ekspektasi publik sampai hari H.

Penulis: drhandri/suarasoneta

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *