Setiap tanggal 13 Oktober, Rhoma Irama dan Soneta Group memperingati sebuah momentum bersejarah. Bukan hari lahir Soneta maupun ulang tahun Rhoma, melainkan hari dideklarasikannya slogan “The Voice of Moslem” pada tahun 1973. Pada tanggal tersebut, Rhoma bersama para personel Soneta menyatakan bahwa musik mereka akan menjadi representasi suara umat Islam. Rhoma menegaskan, “Mulai hari ini, kita hentikan segala bentuk kemaksiatan. Apa pun yang kita lakukan dalam bermusik akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.”
Dalam berbagai kesempatan, Rhoma menjelaskan bahwa deklarasi itu adalah ajakan kepada seluruh anggota Soneta untuk menjadikan musik sebagai sarana dakwah, atau dalam istilah Islam disebut amar ma’ruf nahi munkar. Awalnya mereka menyebutnya “The Sound of Moslem”, yang belakangan berubah menjadi “The Voice of Moslem”.
Ada dua makna besar dari keputusan itu:
1. Perubahan Moral Para Personel
Deklarasi ini pertama-tama memberi dampak besar bagi internal Soneta. Para anggotanya dituntut hidup konsisten dengan pesan yang mereka sampaikan. Bila lirik lagu menyerukan agar menjauhi miras, judi, zina, atau ghibah, maka para musisinya harus lebih dulu meninggalkan perbuatan itu. Dengan kata lain, musisi Soneta bukan hanya penghibur, tetapi juga dai yang wajib memberi teladan.
2. Menaikkan Derajat Musik Dangdut
Keputusan ini juga mengubah cara pandang masyarakat terhadap dangdut. Musik yang sebelumnya dianggap sekadar hiburan kelas bawah, berubah menjadi media pembentuk karakter, penyampai pesan moral, bahkan sarana pergerakan sosial.
Karya Rhoma setelah itu memang tidak langsung seratus persen bertema dakwah. Masih ada lagu-lagu bertema percintaan dan hiburan. Namun, sejak akhir 1970-an, terutama melalui lagu “Laailahaillallah” dan “Lima”, arah dakwahnya semakin jelas. Rhoma bahkan membuka lagu dengan pembacaan ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi—sebuah langkah yang sempat menuai kontroversi karena dianggap mengkomersialkan agama.
Perdebatan itu kemudian direspons Rhoma lewat film “Perjuangan dan Doa”. Setelahnya lahir lagu-lagu dakwah yang lebih eksplisit seperti Haram, Bangkit, Adu Domba, Bersatulah, dan lainnya. Tema sosial–politik pun mulai hadir, misalnya dalam lagu Hak Azasi, Pemilu, dan Indonesia.
Sejak saat itu, Rhoma Irama tidak hanya dikenal sebagai musisi, tetapi juga sebagai pelopor dakwah kultural yang memadukan ajaran Islam dengan musik populer.
Penulis: Suarasoneta and friends

